Anak Milenial Tumbuh tanpa Gadget? Bisa tidak ya?

hidup di era digital tanpa bersentuhan dengan peralatan digital, rasanya sulit. Ketika hampir semua orang memanfaatkan kemajuan teknologi untuk menikmati kemudahan hidup, apakah kita mau bersusah payah hanya untuk makan atau bepergian? jawabannya pasti lebih banyak yang setuju kita ikuti arus perkembangan zaman dengan mengambil manfaat dari kemajuan yang ada.

Banyak hal semakin mudah dengan adanya kemajuan teknologi, tetapi ada pula yang makin sulit dikendalikan dengan perkembangan yang terjadi. Satu yang utama adalah pengasuhan anak. Hmm.. ini PR besar para orang tua mendidik anak di tengah gempuran kemajuan teknologi sekaligus kemunduran “nilai” dalam kehidupan.


Jika menjawab pertanyaan yang saya jadikan judul artikel ini, apa jawaban Anda? Kalau kata saya, bisa iya bisa tidak. Kalau dibilang bisa, ini memang masih sedikit yang saya jumpai anak tanpa gadget. Dari sedikit yang ada inipun belum banyak memberi bukti. Karena meskipun anak bersih dari gadget, orang tuanya masih  menggunakan untuk keperluan anak. Artinya anak sebenarnya tetap menggunakan gadget lewat tangan orang tuanya.

Sebelum berlanjut, perlu kita sepakati pengertian gadget dalam tulisan ini. Gadget, meskipun beragam tetapi  yang paling populer dan paling banyak digunakan saat ini adalah handphone berikut jaringan internet. Lalu alasan dari jawaban tidak adalah bahwa terkadang tugas di sekolah pun membutuhkan gadget dalam pengerjaannya.

Tiap anak pasti memiliki group orang tua. Paling tidak satu Whattsapp group. Ini belum ditambah dengan
group komite, group kelompok ekstrakulikuler, dan lain-lain. Anak-anak pun memiliki Whattsapp group dengan alasan untuk saling bertukar informasi seputar sekolah. Atau untuk keperluan mencari bahan laporan atau tulisan, anak terbiasa googling  dengan alasan pengayaan bahan (meskipun materi dari buku paket pun sebenarnya sudah ada).

Baca juga : Memanfaatkan Google Classroom untuk Belajar di Rumah

Bisa, Tapi Dengan Syarat

Sekarang, jika lebih banyak yang setuju menggunakan (dengan syarat) dibanding yang tidak, apa langkah terbaik supaya keberadaan gadget bukan menjadi pengganggu, tetapi justru memberi support tumbuh kembang anak
supaya sehat jiwa dan raganya?  Ada 4 syarat yang sebaiknya dipenuhi jika kita setuju anak perlu menggunakan gadget:

1.      Pengaturan waktu penggunaan
2.      Pembatasan konten yang bisa diakses
3.      Keterlibatan orang tua (dominasi peran orang tua)
4.      Kesepakatan sebagai “kontrak penggunaan gadget” antara anak dengan orang tua

“Kita tidak bisa menolak kemajuan. Bukan hanya akan ketinggalan zaman, tetapi juga akan sendirian.”

Lalu, bagaimana supaya tidakketinggalan, tetapi tetap aman? Tetap aman, karena dampak negatif dari penggunaan gadget juga jumlahnya sebanyak manfaat dan kemudahan yang ditawarkan olehnya.  Alasan kesehatan adalah yang paling utama, baik kesehatan badan dari gempuran radiasi maupun sehat secara ruhani, karena gadget kadang menggeser kata “manusiawi” dari kehidupan sehari-hari.

 

Jika Gadget harus Ada 

Baiklah, kita kupas satu demi satu syarat-syarat yang harus dipenuhi jika gadget memang harus ada.

Pengaturan waktu penggunaan.

Pengaturan waktu disini berkaitan dengan jadwal penggunaan dan durasi. Jika gadget ditempatkan sebagai alat hiburan, maka porsinya tidak bisa lebih banyak dari tugas dan tanggung jawab yang ada.  Karena tugas utama anak adalah belajar, sebaiknya gadget hanya bisa digunakan pada hari libur, bukan hari belajar.

Durasi maksimal dalam sehari atau sepekan bisa ditentukan dari kesepakatan anak dan orang tua, dimana peran orang tua lebih harus mengarahkan bukan mengikuti keinginan anak semata.

Pembatasan konten yang bisa diakses

Meskipun ada tools yang bisa dipasang, tetapi aturan pembatasan konten yang boleh diakses oleh anak tetap harus diterapkan.  Pembatasan ini bisa disesuaikan dengan usia anak. Biasakan anak untuk selalu meminta izin pada orang tua jika mengakses konten yang belum masuk dalam kesepakatan. Dalam pembahasan ini, saya biasanya menganalogikan dengan pakaian. Tiap anak hanya bisa memakai baju ukuranya pas dengannya.

Keterlibatan orang tua (dominasi peran orang tua)

Saya lebih menekankan pada dominasi orang tua, karena bagaimanapun anak-anak masih dibawah pengasuhan orang tua. Sehingga kendali dan kontrol masih ada pada orang tua. Keterlibatan disini tidak hanya dalam kebijakan, tetapi secara fisik orang tua perlu terlibat dalam penggunaan gadget.

Tidak perlu setiap saat mendampingi, sesekali ikutlah melihat apa yang dibuka atau dimainkan anak-anak. Kehadiran orang tua pada kegiatan anak seperti ini, selain sebagai kontrol juga menambah kedekatan emosional antara orang tua dengan anak. Bermain dengan mereka pasti akan jauh lebih menyenangan  dibanding membelikan mainan saja.

Baca juga : Stay at Home? Ini dia 5 Ide Kreatif Kegiatan Anak di Rumah

Kesepakatan sebagai “kontrak penggunaan gadget”

antara anak dengan orang tua. Hal ini penting dan bisa digunakan sebagai pass word untuk bisa menikmati gadget. Kesepakatan tersebut bisa ditulis dalam selembar kertas yang ditandatangani anak dan orang tua. Ini menandakan bahwa kesepakatan adalah hal serius yang harus ditaati oleh kedua belah pihak. Orang tua harus
tegas melaksanakan kesepakatan (jika ada pelanggaran), meskipun mungkin akan  diiringi derai air mata.

Nah, anak adalah amanah yang kelak harus kita kembalikan pada Sang Khaliq. Selayaknya sebuah titipan, kita berkewajiban mengembalikannya dalam keadaan baik, sebaik ketika titipan tersebut diberikan.